SALAM SUKSES....

SUKSES ADALAH MAS
SUKSES ADALAH HAK SAYA

Selasa, 17 Februari 2009

Belum punya,punya dan hilang

Benarkah kita selalu menilai apa yang belum kita punyai sebagai sesuatu yang lebih nikmat daripada apa yang telah kita miliki?

Kita harus akui bahawa sesuatu yang kita miliki tidak akan pernah menjadi yang terbaik jika kita masih memberi peluang kepada diri untuk mendapatkan yang lain. Konflik ini selalu terjadi kerana manusia mempunyai kecenderungan mengubah tingkat kenikmatannya terhadap sesuatu perkara. Walaupun jelas dia belum pernah menikmati apa yang belum dia miliki untuk dibanding – bandingkan dengan apa yang pernah ia rasakan. Itu hanyalah asumsi dirinya bahawa pasti masih ada sesuatu yang lebih nikmat. Pun begitu, kita hanya akan membandingkan dan mengatur tingkat kenikmatan sebatas apa yang ada di dalam wilayah pengetahuan kita. Seorang anak Afrika tidak akan berfikir adanya hidangan yang lebih nikmat daripada sup akar atau serangga bakar, jika dia tidak pernah mendengarkan atau lebih lagi, merasai dingin dan manisnya ais krim. Selagi kita mampu mendapatkan pengetahuan tentang perkara yang baru, kognitif dan persepsi kita akan sentiasa ikut berubah. Dan pastinya akan memberikan definisi baru kepada ‘nikmat’ itu sendiri. Mempunyai set persepsi yang baru bukanlah satu kesalahan, malah itulah yang menjadikan akal manusia sentiasa berevolusi. Persoalannya adalah bagaimana kita mengaturnya agar tidak memadamkan persepsi yang lama, tetapi saling memaknai antara keduanya. Jadi ingat! Sesuatu yang baru dalam hidup adalah pasti, tetapi itu bukanlah indikasi dari perlunya untuk menggantikan persepsi.


Benarkah setelah kita mendapatkan apa yang kita inginkan, kita cenderung merasa bosan dengannya?

Merasa bosan adalah akibat dari hilangnya rasa puas. Seseorang yang mampu untuk setia dengan tingkat kepuasannya pasti tidak akan pernah merasa bosan. Namun kebiasaan manusia yang sering mengubah standar ‘puas’ nya menyebabkan hampir mustahil untuk seseorang memiliki kepuasan yang sama terhadap semua perkara sepanjang waktu. Tingkat kepuasan seluas imiginasi dan setinggi infiniti akan sentiasa menjanjikan rasa bosan setiap kali kita telah mengecapi sesuatu, walaupun pada ketika itu tidak ada seorangpun yang lebih puas daripada kita di dunia ini. Sepertinya puas itu tidak akan pernah dinikmati, kalaupun bisa hanya bersifat sementara. Benarkah? Saya sendiri masih merasa berat untuk berhenti pada satu tingkatan ‘puas’ sahaja. Kita mudah membayangi ukuran-ukuran kepuasan orang lain pada diri kita, walaupun kadangkala itu tidaklah memuaskan diri sendiri. Di sinilah pengaruh sosial berperanan dalam kehidupan seseorang. Terdapat beza yang sangat tipis antara budaya yang dibangun sosial dan sifat fitrah murni manusia itu sendiri. Kepuasan itu adalah fitrah manusia, tetapi sifat ini sering dipengaruhi oleh kehidupan sosialnya, walaupun tidak selalu begitu. Namun yang menarik tentang sifat ini (dengan mengakui segala kekuatannya yang mengerikan), kita mampu memilikinya dalam apa jua keadaan, malah dalam kesusahan, kekecewaan dan kegagalan. Asalkan kita mampu mengatur tingkatannya. Dan tidak ada kekuatan yang mampu mengaturnya selain sifat syukur. Anda cukup memiliki apa yang anda punyai sekarang untuk merasa puas. Sabda Nabi : “ lihatlah kepada orang yang ada di bawah kamu, dan janganlah melihat kepada orang yang ada di atas kamu. Hal ini lebih layak agar kamu tidak meremehkan nikmat Allah atas kamu.” Pelajari dan amalkanlah rasa bersyukur, nescaya anda tidak akan pernah merasa bosan menikmati kehidupan ini.


Benarkah kita lebih menghargai sesuatu bila kita kehilangannya?


Saya mengalami banyak kehilangan dalam kehidupan saya. Tetapi tidak semuanya lebih saya hargai dengan kehilangannya. Namun ada yang sangat saya sesalkan dengan pemergiannya. Sesal yang membuatkan saya sanggup menukarkan apa sahaja di dunia untuk menemuinya kembali. Saya lebih menghargainya ketika tidak lagi memiliki. Tetapi benarkah situasi dan keadaan berpengaruh dalam kita memaknai atau menghargai sesuatu? Bukankah sesuatu yang kita hargai itu jelas, dan yang tidak kita hargai itu jelas, walau masih memilikinya ataupun tidak? Bagaimana mungkin kita menghargai sesuatu yang sama, lebih daripada sebelum kehilangannya? Dari pengalaman peribadi, saya akan menghargai jika sesuatu itu terus memberikan manfaat dan kebaikannya, walaupun saya tidak lagi memilikinya. Tetapi saya lebih menghargai sesuatu yang dengan kehilangannya, saya tidak akan pernah lagi merasakan kenikmatan yang sama, walau apa saja yang cuba menggantikannya. Saya akui, saya masih terikat dengan pernyataan ‘lebih menghargai sesuatu bila kehilangannya’, tetapi itu bukanlah bererti saya tidak menghargai sewaktu masih memilikinya. Pada saya, keduanya adalah bentuk apresiasi yang berbeza. Menghargai sesuatu dengan kehadirannya adalah cara kita mengiktiraf kebaikan dan manfaat yang dibawa bersamanya. Sedangkan lebih menghargai setelah ketiadaannya adalah bukti keikhlasan penghargaan yang telah kita berikan sepanjang kita memilikinya. Dan itu bukanlah sesuatu yang boleh dibuat-buat.

Tidak ada komentar: